Stock Photos

Jumat, 12 Juni 2009

Terancamnya Ekosistem di Danau Bangkau

Kota Negara Kecamatan Daha Utara yang memiliki luas sekitar 268,11 km persegi dari luas keseluruhan Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) 1.804.94 km persegi , memiliki rawa yang bernama Rawa Bangkau. Rawa bangkau adalah daerah tempat tadahan air dari beberapa sungai yang berada di sekitar daerah HSS tersebut. Disamping sebagai daerah tadahan air, Rawa Bangkau menjadi tempat peternakan kerbau atau hadangan yang menjadi aikon Kota Negara.


Di Rawa Bangkau terdapat berbagai macam organisme di antaranya ikan sepat, ikan papuyu, ikan gabus, buaya rawa meskipun pada saat observasi tidak ditemui, eceng gondok yang membludak yang berakibat menghidupkan banyaknya fitoplankton. Fitoplankton yang menjadi makanan pokok ikan-ikan yang hidup di perairan rawa tersebut. Karena eceng gondok semakin hari semakin bertambah, kerbau yang diternakkan di Rawa Bangkau menjdi semakin sedikit dahulu pada tahun 1940-an jumlah populasi kerbau yang hidup mencapai lebih kurang 1600 ekor dan sekarang hanya tersisa lebih kurang 100 ekor. Bagaimana tidak, makan an pokok kerbau yang menjadikan kerbau bertambah produktifitasnya yaitu padi haliung semakin berkurang dan sekarang bahkan sudah tidak ada lagi akibat pertumbuhan pesat dari eceng gondok tersebut.


Permasalahan dalam jangka pendek yang akan dihadapi warga Kecamatan Daha Selatan adalah di area Rawa Bangkau akan di bangun kebun kelapa sawit. Kita mungkin berpikir kalu seandainya tetap akan dibangun kebun kelapa sawit maka kemana daerah tadahan air hujan, kemudian apabila ditumbuhi kelapa sawit kemana air yang ada di Rawa Bangkau itu di alirkan. Permasalahan ini sangat kompleks,kenapa? karena menurut Handayani salah satu warga yang bermukim di bantaran sungai Nagara menuturkan daerah sini menjadi langganan banjir hampir tiap tahunnya akibat luapan air sungai yang tidak tertampung lagi. Ini jelas bahwa meskipun belum dibangun saja sudah menjadi langganan banjir, bagaimana kalau sudah dijadikan kawasan industri kelapa sawit.

Jumat, 08 Mei 2009

Middle Test Pengenalan Lingkungan Lahan Basah( Bilologi )

1. Siklus Karbon dilahan basah terkumpul dibagian tumbuhan atas (tegakan),akar dan tanah. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa biomassa tegakan sebanyak 1Mton per hektar. Sedangkan perbandingan komposisi carbon pada tegakan,akar,dan tanah adalah 3 : 0,5 : 21,5. dari 50% biomassa. Maka 1 juta hektar lahan gambut yang akan dikonversi menjadi menjadi lahan peertanian akan melarutkan 47% carbon ke perairan dan sisanya diemisikan dalam bentuk CO2 ke udara melalui teknik pembakaran lahan. Carbon terlarut digunakan untuk menyuburkan perairan sehingga menghasilkan blooming fitoplankton yang membebaskan 50% CO2 dari hasil respirasi. Berapa kontribusi lahan basah tersebut dalam memperkaya gas rumah kaca.

Penyelesaian :
Biomassa tegakan : 1 . 106 x 1. 106 = 1. 1012 ton
carbon tegakan : 5. 1011 ton
carbon akar : 0,5/3 x 5.1011 = 0,83 . 1011 ton
Carbon di tanah : 21,5/3 x 5.1011 = 35,83 . 1011 ton

Banyak karbon yang terlarut: ( 0,83 . 1011 ton + 35,83 . 1011 ton )x 47%
: 1,72302. 1012ton
Carbon hasil pembakaran : 5. 1011 ton x 53% = 2,65. 1011 ton
Carbon hasil respirasi : 1,72302. 1012ton x 50% = 8,6151 . 1011 ton
Banyaknya Kontribusi lahanbasah : 2,65. 1011 ton + 8,6151 . 1011 ton
: 1,12651 x 1012 ton

2. Pegunungan Meratus sebagai reservoir Kalimantan Selatan. Mengalirkan air sebanyak 500 juta m3 air perbulan melalui 5 daerah aliran sungai, Tabalong, Batang Alai, Amandit, Riam Kiwa dan Riam Kanan. Presipitasi sepanjang tahun kurang lebih 12 x 109 m3. Aquifer yang terdapat di daerah aliran sungai (DAS) tersebut diatas kurang lebih 10% dan 20% tersimpan menjadi air tanah. Berapa banyak air yang kembali teerlepas melalui peristiwa evaforasi dan evavotranspirasi(jika perbandingan keduanya adalah 3:1).

Penyelesaian :

Penguapan DAS : 5 . 108 x (100% - 10%)
: 5 . 108 x 90%
: 4,5 . 108 m3/bulan
Penguapan presipitasi : 1. 109 x ( 100% - 20%)
: 1. 109 x 80%
: 8 . 108 m3/bulan
Banyaknya air yang terlepas melalui:
• Evaforasi = 4,5 . 108 m3/bulan + 8 . 108 m3/bulan = 1,25 . 109 m3/bulan
• Evavotranspirasi = 1/3 x 1,25 . 109 m3/bulan = 0,4167 . 109 m3/bulan

3. Buat model matematis dengan mempertimbangkan bagian-bagian proses sebagai variabel–variabel matematis dari soal pertama dan soal kedua.

Penyelesaian :

Model Matematis pada soal yang pertama sebagai berikut :
Dimisalkan adalah M = Kontribusi Lahan Basah dan N = Biomassa tegakan, sehingga
M = 53% x + 50% y
= 53%( 50% N) + 50% ( 47% (a + b ))
= 53%( 50% N) + 50% ( 47% ( 0,5/3( 50% N) + 21,5/3( 50% N)))
= 0,265 N + 0,0196 N + 0,842 N
= 1,1266 N

Model Matematis pada soal yang kedua sebagai berikut :
Dimisalkan adalah
P = banyak air yang terlepas melalui evaforasi
a = penguapan pada DAS
b = penguapan pada prepitasi
Q = banyak air yang terlepas melalui evavotranspirasi
Sehingga diperoleh persamaan matematis
P = a + b
Q = 1/3 P
= 1/3 a + b)


Kamis, 30 April 2009

Sebuah Nilai Dari Lahan Basah Tungkaran

Rawa Tungkaran yang Sangat Bernilai

Kamu tahu Indonesia? Ya, Indonesia adalah Negara kepulauan yang berada dikawasan Asia Tenggara. Sebagian wilayah Indonesia terdiri dari rawa-rawa, sungai-sungai, pesisir-pesisir pantai, gunung-gunung, serta lahan gambut yang membentang dari sabang sampai merauke. Tapi itu belum seberapa di bandingkan salah satu pulau yang luasnya adalah 28 % luas dari daratan yang ada di Indonesia, pulau tersebut adalah Kalimantan.

Kalimantan adalah nama bagian wilayah Indonesia di pulau Borneo Besar, yaitu pulau terbesar ketiga di dunia setelah Greenland dan seluruh pulau Irian. Kalimantan meliputi 73 % massa daratan Borneo. Terdapat empat provinsi di Kalimantan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur, sehinggan luas dari seluruhnya mencapai 549.032 km2. Secara geografis pulau Kalimantan (Indonesia) terletak antara 40 24’ LU - 40 10’ LS dan 108 0 30’ BT - 1190 00’ BT. Berbatasan langsung dengan Negara Malaysia di sebelah utara yang panjang perbatasannya mencapai 3000 km mulai dari Kalimantan Barat sampai dengan Kalimantan Timur.

Gambaran di atas adalah sebagai bagian umum dari artile ini. Sebelum kita beranjak lebih jauh. Penulisan ini berawal dari sebuah ekspedisi ke sebuah desa yang bernama Desa Tungkaran yang berada di Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Untuk spesipikasi daerah tersebut mempunai titik koordinat pada 3037’22.8”LS dan 114 042’09.2” BT. Lokasi ini berkategori wetland (Lahan Basah) berdaerah rawa-rawa yang ditumbuhi banyak tumbuhan rawa yaitu enceng gondok.

Di kawasan Desa Tungkaran sangat banyak terdapat enceng gondok meskipun ada beberapa tumbuhan air yang tumbuh di sana seperti Bakung, Kangkung, Kiambang, Kiapu (Kayapu). Eceng gondok (Eichornia crassipes) yang di kenal oleh masyarakat sekitar bernama Ilung. Seperti yang dikatakan oleh masyarakat sekitar tumbuhan ini merambat dengan banyak di Rawa Tungkaran ini. Karena eceng gondok termasuk tumbuhan gulma sehingga semua permukaan rawa ditutup oleh tumbuhan ini yang mengakibatkan berkurangnya pasokan oksigen kedalam air. Di sana juga ada sedikit ikan yaitu semua jenis ikan yang merupakan cirri khas wetland Kalimantan,ikan haruan (gabus, Ophiocephalus striatus), ikan pepuyu (Anabas testudineus), belut, sepat (Trichogaster spp), dan seluang (Rasbora spp). Karena sepengetahuan saya mereka belum pernah dibian. Kemelimpahan ikan liar di rawa yang sangat luas ini, tentu akan habis juga pada akhirnya. Sekarang di sana kita banyak menemukan masyakat yang menggunakan setrum dan rengge (jala ikan) untuk menangkap ikan. Kalau ditanya, kenapa mereka menggunakan alat-alat tersebut unutk menangkap ikan ? Maka kita akan memperoleh jawaban ikan sekarang tidak sebanyak dulu lagi. Padahalkan kalau kita berpikir lebih dalam maka semuanya itu di akibatkan oleh ulah mereka sendiri. Pertama, karena mereka kenapa pada walnya tidak membudidayakan ikian-ikan liar itu, padahal biarpun banyak mereka jugan pada akhirnya akan habis. Kedua, karena mereka tidak melakukan sistem pengambilan secara pilih, ini untuk menyela,atkan ikan-ikan kecil yang belum layak konsumsi. Ketiga, Mungkin mereka merasa inin milik Tuhan dan bebas yntuk dinikmati semua orang.

Oke kita kembali lagi ke valuasi dari Rawa Tungkaran. Dari yang sudah kita lihat dan teliti dari Rawa Tungkaran tersebut di peroleh definisi Wetland menurut hemat saya, Wetland adalah Sebuah daerah dimana terdapat rawa-rawa atau payau yang mempunyai kedalaman antara 6 m, yang mempunyai cirri khas flora dan fauna yang menghuni daerah wetland itu. Kalau saya boleh membandingkan dengan definisi wetland versi Ramsar , Wetland adalah daerah payau, paya, tanah gambut atau perairan, baik yang bersifat alami maupun buatan, tetap ataupun sementara, dengan perairannya yang tergenang ataupun mengalir, tawar, agak asin ataupun asin, termasuk daerah-daerah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu air surut. Jadi beberapa macam jenis lahan basah yang ada di daerah tersebut yaitu irigasi, kolam-kolam ikan punya penduduk dan rawa payau yang banyak ditumbuhi kayapu, kiyambang,eceng gondok, purun tikus, teratai dan tidak ketinggalan penghuninya adalah ikan-ikan kecil. Sehingga saya dapat menyimpulkan bahwa definisi yang saya buat dari hasil ekspedisi ke Rawa Tungkaran dapat dikatakan berhasil, karena definisi dari keduanya tidak berbeda jauh.

Permasalahan yang mungkin akan terjadi dalam waktu dekat adalah karena banyaknya tanaman enceng gondok yang tumbuh di atas Rawa Tungkaran, meskipun eceng gondok tersebut memberikan efek positif terhadap air yaitu mesterilkan air yang kotor, tetapi eceng gondok sangat tidak baik untuk kelestarian biota yang hidup didalam rawa Tungkaran itu,karena eceng gondok memiliki sebuah zat yang dapat memberikan racun.